Usai Penggeledahan, KPK Buka Peluang Periksa Gubernur Khofifah Dan Wagub Emil

Kamis, 22 Desember 2022 | 15:10 WIB
Usai Penggeledahan, KPK Buka Peluang Periksa Gubernur Khofifah Dan Wagub Emil
Khofifah Indar Parawansa didampingi Emil Dardak usai debat publik III di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (26/6/2018). (Suara.com/Ali Achmad)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memanggil Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak pasca-penggeledahan yang dilakukan penyidik antirasuah di sejumlah lokasi di kota Surabaya.

Diketahui, penyidik KPK tak hanya menggeledah gedung DPRD Jatim, tetapi juga menggeledah ruang kerja Khofifah, Elim Dardak dan Sekda Jawa Timur.

Penggeledahan itu disebut berkaitan dengan kasus suap pemberian hibah APBD Provinsi Jatim yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka.

KPK menggeledah kantor DPRD Jatim hingga kantor Gubernur Jatim sejak Senin (19/12) lalu.

Baca Juga: Ruang Kerjanya Digeledah Penyidik KPK, Gubernur Khofifah Jadi Target Rasuah?

"Siapapun pasti akan dipanggil sebagai saksi sepanjang diduga mengetahui dugaan perbuatan para tersangka sehingga menjadi makin terang dan jelas," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dihubungi Suara.com, Kamis (22/12/2022).

Menurut dia, peluang pemanggilan itu untuk kebutuhan penyidikan. Ali memastikan pemanggilan terhadap sejumlah saksi akan diinformasikan.

"Pemeriksaan saksi-saksi tentu sesuai kebutuhan penyidikan. Kami akan informasikan perkembangannya," ujarnya.

Karenanya kepada Khofifah dan Emil beserta para pihaknya lainnya yang memiliki pengetahuaan dalam perkara ini diminta koeperatif, jika nantinya dipanggil penyidik KPK.

"Untuk itu KPK berharap pihak yang nanti dipanggil untuk kooperatif hadir," ucap Ali.

Baca Juga: Jubir Klarifikasi Ucapan Luhut Soal OTT yang Tuai Pro Kontra: Konteksnya Dorong Pencegahan

Temuan Barang Bukti Rp 1 Miliar

Sebelumnya usai menggeledah kantor Gubernur Jawa Timur, Ali menyebut KPK mengamankan sejumlah dokumen dan bukti elektronik.

"Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen penyusunan anggaran APBD dan juga bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara," katanya.

Sementara dari kantor DPRD Jatim, penyidik KPK menyita uang Rp 1 miliar.

"Bukti yang turut ditemukan dan diamankan diantaranya benar berupa uang tunai dengan jumlah lebih dari Rp1 Miliar," kata Ali.

Dikatakannya, uang Rp 1 miliar itu masih berkaitan dengan kasus suap yang menjerat Sahat Tua yang merupakan anggota dewan dari fraksi Golkar.

"Uang tersebut diduga juga masih terkait dengan penyidikan perkara ini sehingga segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti," ujarnya.

Sahat Tua Jadi Tersangka

Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak [Foto: ANTARA]
Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak [Foto: ANTARA]

Sahat yang merupakan anggota dewan Fraksi Golkar menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya, yaitu Rusdi (RS) yang merupakan staf ahli Sahat Tua, Abdul Hamid (AH) Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, sekaligus Koordinator Pokmas (Kelompok Masyarakat), dan Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng, koordinator lapangan Pokmas.

Temuan KPK, Sahat diduga memanfaatkan jabatan sebagai Wakil Ketua DPRD Jatim dengan meminta bayaran untuk membantu meloloskan usulan penerimaan dana hibah dari APBD Jatim tahun 2021 dan 2022 yang dialokasikan senilai Rp 6,7 triliun.

Dana bernilai fantastis itu ditujukan bagi badan, lembaga, dan organisasi masyarakat yang ada di pemerintah provinsi Jawa Timur.

Abdul meminta bantuan Sahat untuk mendapatkan dana hibah. Antara keduanya terjadi kesepakatan, Sahat mendapatkan 20 persen dari dana hiba yang nantinya dicairkan, sementara Abdul mendapatkan 10 persen.

Akhirnya pokmas yang dikelolah Abdul, mendapatkan hibah dua kali, dengan nilai masing-masing Rp 40 miliar pada tahun 2021 dan 2022.

Agar kembali mendapatkan dana pada tahun 2023 dan 2024, Abdul kembali menghubungi Sahat. Terjadi kembali kesepatakan antara keduanya. Sahat meminta uang muka Rp 2 miliar.

Kemudian baru diberikan Abdul Rp 1 miliar lewat Eeng ke Rusdi, staf Sahat. Rusdi kemudian memberikan uang Rp 1 miliar itu kepada Sahat setelah ditukarkan dalam bentuk mata uang asing.

Dana Rp 1 miliar tersebut diterima Sahat di ruangannya di Kantor DPRD Jawa Timur pada Rabu (14/12) lalu. Pada saat itu juga Sahat ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan.

Temuan sementara KPK, Sahat diduga menerima uang sebesar Rp 5 miliar.

"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, tersangka STPS (Sahat) telah menerima uang sekitar Rp5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Namun gua menemukan jumlah pasti dugaan suap yang diterima sahat KPK masih terus melakukan penyelidikan.

"Tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS (Sahat)," kata Johanis.

Atas perbuatan Sahat dan Rusdi yang disebut sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Abdul dan Eeng selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI